Resume Artikel Jurnal - Faktor Risiko Kejadian Skabies

Leave a Comment


Faktor Risiko Kejadian Skabies
Skabies merupakan penyakit endemik yang umumnya menyerang daerah-daerah kumuh, kemiskinan, dan rendah usaha perawatan lingkungan terhadap kesehatan. Penyakit infeksi parasit pada kulit ini disebabkan oleh tungau betina Sarcoptes scabiei varieta hominis yang termasuk dalam kelas Arachnida. Salah satu dari empat gejala klinis utama penyakit skabies adalah menyerang manusia secara koloni (Handoko, 2007).
Berdasarkan data WHO (2009) dilaporkan bahwa setiap tahunnya sebanyak 300 juta orang terserang penyakit parasit kulit ini. Skabies merupakan masalah mendunia dan telah dilaporkan di Jepang, Amerika, dan Spanyol. Penyakit skabies terjadi di setiap negara dengan periodisitas yang berbeda-beda. Negara-negara beriklim panas di daerah tropis tercatat paling tinggi sebagai negara endemik penyakit skabies.
Di Taiwan berdasarkan penlitian yang dilakukan oleh Wang, dkk (2012), faktor resiko kejadian skabies antara lain status bed rest, tinggal di panti jompo, status klinis yang buruk, dan penggunaan kateter dalam jangka waktu panjang. Data menunjukkan 42 orang dari 52 penderita skabies tinggal di panti jompo. Skabies dapat terjangkit di panti jompo bahkan setelah individu yang terinfeksi skabies telah diperlakukan dengan baik, karena tungau skabies dapat berkembang biak di tempat tidur, pakaian, furnitur, dan lantai. Orang dengan status bed rest, menggunakan kateter dalam jangka waktu yang lama, dan berstatus klinis yang buruk memiliki resiko terinfeksi skabies sangat tinggi melalui baju atau tempat tidur yang sudah terkontaminasi tungau skabies, sehingga perlu mendapat perhatian khusus dari penyedia jasa perawatan.
Berbeda dengan di Indonesia, faktor-faktor yang berhubungan dengan terjangkitnya skabies yaitu lingkungan, pengetahuan, dan sikap. Penyakit skabies mempunyai tingkat penularan melalui lingkungan yang tinggi, sehingga seseorang dengan kebersihan yang buruk dapat tertular skabies. Pengetahuan tentang kesehatan sangat menentukan seseorang dalam bersikap dan berperilaku untuk menjaga dirinya dari masalah kesehatan. Pengetahuan memiliki hubungan terhadap kejadian skabies dengan hasil penelitian dari 30 responden terdapat 6 responden yang berpengetahuan kurang dan 6 responden pernah skabies. Sikap yang tercermin melalui perilaku saling bertukar baju dengan penderita skabies dan menjaga jarak dengan penderita skabies memiliki pengaruh terhadap kejadian skabies. Adanya pengaruh antara sikap dengan kejadian skabies dibuktikan dengan hasil penelitian 24 responden memiliki pengetahuan baik dan 2 responden pernah skabies dari jumlah keseluruhan 30 responden.
  Penelitian yang dilakukan oleh Akmal, Semiarty, dan Gayatri (2013) menguji hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Umum, Padang. Dengan analisis bivariat didapatkan hasil sebanyak 30 orang menderita skabies dengan personal hygiene yang tidak baik dan 4 orang menderita skabies dengan personal hygiene yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,05 yaitu 0,000.  Ketika seseorang memiliki hygiene perorangan yang buruk akan meningkatkan risiko terjangkitnya skabies dan begitu juga sebaliknya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurfitrica, Djajakusumah, dan Trusda (2015) menguji tentang perbandingan kejadian skabies, kebersihan diri dan hygiene sanitasi di pesantren poskestren dan non poskestren. Perbedaan yang signifikan antara kejadian skabies di pesantren Bandung Utara (poskestren) dan pesantren Bandung Timur (non poskestren) ditunjukkan dengan kejadian skabies pesantren non poskestren adalah sebesar 40,45 % dan di pesantren poskestren adalah sebesar 2,3%. Pesantren poskestren memiliki nilai sanitasi lingkungan  750 dan pesantren non poskestren memiliki nilai sanitasi lingkungan <750. Personal hygiene pesantren poskestren dan non poskestren tidak menunjukkan perbandingan yang bermakna karena hasil uji personal hygiene baik di poskestren adalah sebesar 12,12% dan di non poskestren sebesar 15%.
Hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies juga diuji oleh Desmawati, Dewi, dan Hasanah (2015) di Pondok Pesantren Al-Kautsar, Pekanbaru. Namun, uji statistik personal hygiene terhadap kejadian skabies menunjukkan tidak adanya hubungan dengan data statistik 61 responden memiliki personal hygiene baik dengan 12 responden mengalami skabies dan 49 responden tidak mengalami skabies. Begitu pula uji statistik sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies juga tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian skabies. Menurut penilitian ini tidak adanya hubungan antara personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies karena terdapat faktor lain yang berhubungan dengan kejadian skabies diantaranya tingkat pendidikan, padatnya kamar hunian, dan sikap santri. 
Pemberi pelayananan kesehatan seperti perawat mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar dalam memberikan edukasi dan perawatan pada penderita skabies. Pengetahuan yang diberikan utamanya adalah tentang personal hygiene dan sanitasi lingkungan sebagai langkah pencegahan terjangkitnya skabies. Selain itu pembentukan sikap pada orang di sekitar penderita skabies juga perlu dikembangkan agar tidak menimbulkan sikap antipati terhadap penderita skabies.





Daftar Pustaka
Akmal, S.C., Semiarty, R., & Gayatri. (2013). Hubungan personal hygiene di pondook pendidikan islam darul ulum, palarik air pacah, kecamatan koto tengah padang tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), 164-167
Desmawati, Dewi, A.P., & Hasanah, O. (2015). Hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren al-kautsar pekanbaru. JOM, 2(1)
Haeri, U., Kartini, & Agustian. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren darul huffadh di wilayah kerja puskesmas kajuara kab. Bone, 2(4), 109-113. 2302-1721
Nurfitrica, S., Djajakusumah, T. S., & Trusda, S. A. D. (2015). Perbandingan kejadian skabies, kebersihan diri, dan hygiene sanitasi di pesantren poskestren dan non poskestren. Prosiding Pendidikan Dokter, 1034- 1041, 2460-657x
Wang, C.H., et all. (2012). Risk factors for scabies in Taiwan. Jurnal of Mycrobiology, Immunology, and Infection, 45, 276-280. 10.1016/j.jmii.2011.12.003
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar