PRESS RELEASE SEMNASKEP 2015
Seminar Nasional Keperawatan adalah seminar tahunan dengan tema keperawatan dan berskala nasional yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Keperawatan (HIMKA) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Seminar Nasional Keperawatan 2015 atau biasa disapa SEMNASKEP 2015 juga merupakan salah satu rangkaian acara dies natalis Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ke-53. Acara ini dilaksanakan pada Hari Sabtu, 3 Oktober 2015 dari pukul 07.30 WIB sampai dengan 15.00 WIB di Ruang Serba Guna Gedung A Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Acara yang dibuka oleh Pembantu Dekan 3 FK UNDIP dengan pemukulan gong sebagai simbolisasinya ini mengangkat tema “Menjadi Perawat Berstandar dan Berdaya saing Global di Bidang Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Kompetensi Keperawatan”. SEMNASKEP 2015 diharapkan dapat menjadi tempat belajar dini dan mini bagi mahasiswa keperawatan dan perawat dalam mempersiapkan diri menjadi perawat yang professional di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan.
SEMNASKEP 2015 sukses dilaksanakan dengan diikuti oleh sekitar 300 peserta yang terdiri dari berbagai institusi maupun rumah sakit seperti PSIK UNDIP, PSIK UMY, Stikes Kendal, Stikes Tlogorejo, Stikes Widya Husada, PSIK UNISSULA, Stikes Ngudi Waluyo, SMK Astra Mitra, RS Sultan Agung, RS Karyadi, dan PSIK UMS. Acara tahunan HIMKA kali ini menghadirkan 3 pembicara yakni Sarah Ulliya, S.Kp., M.Kes dari Kaprodi PSIK FK UNDIP dengan materi tentang peran institusi pendidikan, Sri Widayati, S.ST., M.Kes yang berbagi seputar standar kompetensi dalam pelayanan keperawatan, dan I Made Kariasa, S.Kp., MM., M.Kep.MB dari LO Uji Kompetensi Ners (AIPNI) yang menyampaikan materi tentang uji kompetensi dan standar kompetensi.
Acara berjalan dengan lancar dengan diawali sambutan-sambutan, hiburan, penyampaian materi dengan sistem panel oleh Ibu Sarah Ulliya, S.Kp., M.Kes dan IBu Sri Widayati, S.ST., M.Kes, dilanjutkan dengan hiburan angklung, kemudian disambung dengan materi dari Bapak I Made Kariasa, S.Kp., MM., M.Kep.MB, kemudian yang terakhir ditutup dengan hiburan oleh Nursing Choir. Keberjalanan acara ini juga berkat kerja sama dengan Info Tembalang, ProAlma, dan RRI sebagai media partner dan dukungan oleh Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Garuda Indonesia, Aquaria, Phapros, Pondok Makan Selaras, Virgin, dan Kompas. Selain itu acara ini dihibur oleh penampilan tari, Nursing Choir, dan angklung. 

JENIS-JENIS TERAPI KANKER

A.       PEMBEDAHAN
Pengangkatan kanker secara menyeluruh melalui tindakan pembedahan masih merupakan modalitas pengobatan yang terbaik dan paling banyak dilakukan karena berbagai alasan. Pembedahan sebagai pengobatan primer bagi kanker bertujuan untuk mengangkat seluruh tumor dan semua jaringan sekitarnya yang terkena kanker (prosedur debulking).
Terdapat 2 metode pembedahan yang digunakan untuk pengobatan tumor primer:
1.    Eksisi lokal dilakukan jika masa tumornya kecil
2.    Eksisi luas (radikal) meliputi pengangkatan tumor primer, nodus limfe, struktur berdekatan yang terserang dan struktur disekitarnya yang mungkin beresiko tinggi untuk penyebaran tumor. Metode pembedahan ini dapat mengakibatkan kerusakan bentuk tubuh dan gangguan fungsi.
Jenis-jenis pembedahan  :
1.      Penyelamatan (Salvage) adalah pilihan pengobatan tambahan yang menggunakan pembedahan yang luas untuk mengatasi kekambuhan kanker setelah digunakan metode pembedahan eksisi luas.
Contoh : mastektomi untuk mengatasi kanker payudara yang kambuh setelah lumpektomi primer dan radiasi
2.      Bedah Elektro, mencakup penggunaan arus listrik untuk mencapai pengrusakan sel-sel tumor
3.      Bedah Krio, menggunakan cairan nitrogen untuk membekukan jaringan agar menyebabkan kerusakan sel
4.      Bedah Kimia, menggunakan kemoterapi topikal gabungan dan bedah pengangkatan lapis demi lapis jaringan abnormal
5.      Bedah Laser, mencakup penggunaan ujung kontak atau “skalpel laser” untuk memusatkan bentuk energi pada suatu lokasi yang tepat dan kedalaman jaringan untuk merusak sel-sel kanker.
Macam-macam pembedahan :
1.      Bedah Diagnostik
Dilakukan untuk mendapatkan biopsi (eksisi sepotong jaringan dari pertumbuhan yang dicurigai) untuk menganalisa jaringan dan sel-sel yang diduga ganas. Terdapat 3 metode dalam bedah diagnostik: metode eksisi, metode insisi, dan biopsi jarum.
2.      Bedah Profilaktik
Melibatkan pengangkatan jaringan atau organ non vital yang mungkin menjadi penyebab terjadinya kanker. Terdapat 2 metode dalam bedah profilaktik : kolektomi dan mastektomi
3.      Bedah Paliatif
Bila kanker tidak mungkin disembuhkan, bedah paliatif dilakukan sebagai usaha untuk menghilangkan komplikasi dari kanker. Tipe pembedahan ini meliputi blok nervus dan kordotomi yang dirancang untuk meredakan nyeri yang berarti.
4.      Bedah Rekontruktif
Dapat dilakukan setelah bedah kuratif atau radikal yang dilakukan dalam upaya memperbaiki fungsi atau memeprolh suatu efek kosmetik yang dikehendaki
B.   KEMOTERAPI
Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membynuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi seluler. Kemoterapi digunakan untuk mengobati penyakit sistematis daripada lesi setempat yang dapat diatasi dengan pembedahan atau radiasi. Kemoterapi dapat dikombinasikan dengan pembedahan maupun terapi radiasi untuk menurunkan ukuran tumor sebelum operasi, untuk merusak semua sel-sel tumor yang masih tertinggal pasca operasi, atau untuk mengobati beberapa bentuk leukimia.
Tujuan dari kemoterapi :
1.      Penyembuhan
2.      Pengontrolan
3.      Paliatif
Eradikasi 100% tumor hamoir tidak mungkin tetapi tujuan dari kemoterapi adalah untuk mengeradikasi cukup tumor sehingga sel-sel tumor yang tersisa dapat dirusak oleh sistem imun tubuh. Pengulangan siklus kemoterapi digunakan untuk membunuh sel-sel tumor lebih banyak dengan merusak sel-sel yang tidak membelah diri.
Obat-obat kemoterapi :
1.      Vinca (alkolit tumbuhan) spesifik untuk fase M dimana agen tersebut menghambat pembentukan umparan mitosis.
2.      Agen alkilating (Amsakrin, Mustard Nitrogen, Siklofosfamid, dll)
3.      Nitrosuoreas (Karmustin, Lomustin, Semustin, dll)
4.      Antimetabolik (Sitarabin, Metotreksat, 5-fluorourasil, dll)
5.      Antibiotik antitumor (Dactinomisin, Bleomisin, Plikamisin, dll)
6.      Alkaloid tumbuhan (Vinkristin, Vinblastin, Vindesin, dll)
7.      Agen hormonal (Androgen, Estrogen, Antiesterogen, dll)
8.      Agen lainnya (Asparaginase, Prokarbasin, Decarbasin, dll)

C.  TERAPI RADIASI
Terapi radiasi digunakan untuk mengganggu pertumbuhan seluler. Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit malignansi bila tumor tidak dapat diangkat secara pembedahan atau bila ada metastasis pada nodus local, atau terapi radiasi dapat digunakan secara profilaksis untuk pencegahan infiltrasi leukemik ke otak atau medulla spinalis. Ada 2 tipe radiasi ionisasi :
1.      Sinar elektromaknetik (sinar x dan sinar gamma) dan
2.      Radiasi partikel yang lebih berat (electron partikel beta, proton, neutron, dan partikel alfa)
Tiap tipe ionisasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan yang sangat berbahaya adalah perubahan molekul DNA di dalam sel-sel jaringan. Radiasi ionisasi menyebabkan terputusnya rantai-rantai heliks DNA yang mengakibatkan kematian sel. Jika DNA tidak diperbaiki sel-sel segera akan mati, atau sel akan mati jika berusaha untuk membelah diri saat mitosis. Sel tumor juga dapat mati jika sel tersebut menjadi steril sebagai akibat dari radiasi; matinya secara alamiah karena sel tumor tidak dapat berkembang biak.
Jaringan tubuh yang sering menjalani pembelahan sel paling sensitive terhadap terapi radiasi. Jaringan yang tubuh lebih lambat atau yang dalam keadaan istirahat secara relative lebih resisten terhadap pengaruh radiasi, misalnya otot, kartilago, dan jaringan ikat.
Radiasi diberikan pada letak tumor baik dengan mekanisme eksternal dan internal
a.         Radiasi eksternal
Alat terapi kilovoltase memberikan dosis radiasi maksimal pada lesi super fisial seperti lesi pada kulit dan payudara, sementara sumber sinar gamma (cobalt-60 unit) untuk memberikan dosis radiasi pada struktur tubuh yang lebih dalam dan menyelamatkan kulit dari kemungkinan efek yang merugikan. Mesin terapi radiasi lainnya, linear, accelerator, memberikan dosisnya pada struktur yang lebih tanpa membahayakan kulit dan juga menimbulkan lebih sedikit penyebaran radiasi di dalam jaringan tubuh.
b.         Radiasi internal
Implan radiasi internal / bracytherapy digunakan untuk memberikan radiasi dosis tinggi ke area terlokalisir yang dipilih berdasarkan pada waktu paruh. Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan bagi setengah dari radioaktif untuk membelah.   

sumber: Brunner & suddart.  Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Pandangan Masyarakat Indonesia Terhadap Peran Perawat Profesi

Pada masa ini, profesi perawat menjadi suatu peluang besar di dunia kerja dalam bidang kesehatan. Bagi sebagian orang berprofesi sebagai perawat menjadi sebuah cita-cita yang mendalam dari hati tetapi juga ada yang merupakan paksaan dari keluarga dan lingkungan. Karena beberapa orang menilai bahwa profesi perawat memiliki prospek kerja yang baik untuk masa depan.
Terlepas dari semua itu, bekerja sebagai perawat merupakan suatu pekerjaan yang mulia. Perawat bekerja dengan memberikan asuhan keperawatan tanpa mendiskriminasi antarklien dari berbagai dimensi. Setiap tindakan dan intervensi yang diberikan secara tepat dan cepat akan sangat berarti bagi setiap nyawa yang ada di dunia. Selain itu, asuhan keperawatan yang diberikan secara holistik juga menunjang makna kemuliaan dari sebuah profesi perawat.
Lalu bagaimana profesi perawat menjadi salah satu prospek kerja yang menjanjikan di masa depan? Berkaitan dengan prospek kerja yang baik, hal ini disebabkan dari dunia kesehatan yang berkembang pesat. Baik itu dari penyakit yang timbul di masyarakat, teknologi-teknologi yang digunakan di dunia kesehatan, ataupun tenaga kesehatan yang semakin pintar dan canggih dalam menangani masalah kesehatan.
Dunia kesehatan yang semakin berkembang menuntut tenaga-tenaga kesehatan yang profesional, salah satunya adalah perawat profesi. Namun, sudahkah setiap perawat profesi memberikan asuhan keperawatan kepada klien dapat dipertanggungjawabkan? Lalu bagaimana pencitraan masyarakat mengenai peran perawat profesi dalam dunia kesehatan?
Perkembangan dunia kesehatan yang semakin pesat kian membuka pengetahuan yang semakin luas tentang dunia kesehatan khususnya keperawatan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengkritisi beberapa tenaga-tenaga kesehatan, khususnya perawat. Sebagian masyarakat menilai mereka kurang memenuhi kriteria-kritera yang telah ditentukan oleh mereka sebagai perawat profesi dalam menangani masalah klien. Hal ini berakibat pada masyarakat yang kian menuntut tenaga-tenaga kesehatan untuk meningkatkan profesionalitasnya dalam melayani klien.
Kriteria-kriteria tersebut antara lain seorang perawat memberikan asuhan keperawatan yang menyeluruh, dengan perilaku yang ramah, sopan, santun, murah senyum dan sabar. Kriteria-kriteria tersebut sangat didambakan oleh masyarakat dari perawat  profesi sebagai tenaga kesehatan. Karena selama ini, masyarakat sering terpengaruh dengan paradigma yang sudah mendarah daging bahwa perawat itu judes, galak, diskriminatif, tidak ramah, dan sombong. Hal ini sangat berpengaruh dalam pencitraan masyarakat terhadap perawat profesi.
Beberapa masyarakat pun membandingkan bagaimana pengetahuan dan praktik dari seorang perawat profesi dengan perawat vokasi. Umumnya masyarakat menilai bahwa perawat profesi kurang dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Hal ini karena adanya pengaruh dari perawat vokasi memiliki pembekalan praktik lebih sering menurut frekuensi pada perkuliahan dalam memberikan asuhan keperawatan. Selain itu disebabkan juga karena perawat vokasi lebih menjamur dalam praktiknya di rumah sakit ataupun di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tidak dapat dipungkiri perawat vokasi memiliki aplikasi yang lebih baik dalam praktik keperawatan. Namun bila terdapat uji pengetahuan teoritis perawat vokasi mungkin memiliki kemampuan yang lebih terbatas. Harapannya dengan semakin banyaknya lulusan perawat profesi dengan kualitas yang bisa dipertanggungjawabkan dapat melengkapi kinerja perawat vokasi di rumah sakit. Dengan begitu tentunya pecitraan masyarakat terhadap perawat profesi akan timbul kesan bahwa perawat profesi mampu melengkapi standar-standar yang diperlukan masyarakat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada klien merupakan peran yang utama sebagai seorang perawat. Perawat profesi yang dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan dapat memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditaksir oleh masyarakat dapat membuat pencitraan perawat profesi yang lebih baik.
Selain perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran perawat sebagai komunikator juga berpengaruh dalam memperbaiki citra perawat di masyarakat. Masyarakat sangat mendambakan perawat dengan kemampuan komunikasi dengan klien yang mumpuni. Apabila seorang perawat cerdas dan terampil dalam mengkomunikasikan kondisi klien kepada pihak yang bersangkutan tentunya masyarakat akan semakin memberikan citra yang baik pada diri seorang perawat utamanya perawat profesi. Perawat profesi saat ini dituntut untuk bisa memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan klien, keluarga klien, ataupun pihak lain yang bersangkutan dalam memberikan asuhan keperawatan. Karena secara mutlak klien juga manusia yang wajib diberikan interaksi serta komunikasi selama menjalani asuhan keperawatan. Komunikasi yang diberikan perawat kepada klien sedikit banyak akan meningkatkan keefektifan pada kesembuhan klien. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar-sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, serta sumber informasi dan kelompok. Sehingga kualitas yang dimiliki perawat profesi adalah di atas dari perawat vokasi. Maka dari itu perawat profesi tentunya bisa lebih bijak atas kelebihan dari bekal yang mereka punya, demi memperbaiki pencitraan masyarakat terhadap perawat profesi.
Pada dasarnya untuk membentuk pencitraan yang baik di masyarakat itu bermula dari niat dari dalam diri sendiri bukan paksaan dari orang lain. Pengetahuan teoritis dan praktik yang dimiliki akan percuma apabila dalam praktiknya masih ada paksaan. Karena dalam mengabdikan diri ke masyarakat membutuhkan keikhlasan, dari keikhlasan itulah akan muncul kasih sayang. Apabila perawat profesi memberikan asuhan keperawatan dengan penuh kasih sayang tentunya masyarakat akan memberikan apresiasi yang baik.
Selain beberapa hal yang dipaparkan di atas masih banyak hal lain yang bisa dilakukan perawat profesi dalam membangun citra yang baik di masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu tentunya perawat profesi wajib mempunyai standar-standar yang diperlukan masyarakat. Perawat profesi tentunya harus cerdas, komunikatif, tanggap, baik, dan dapat menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan kode etik perawat. Apabila setiap perawat bisa menerapkan kriteria-kriteria yang menjadi dambaan masyarakat maka pencitraan yang baik akan tumbuh di masyarakat.
Kita sebagai calon perawat profesi yang memiliki pengetahuan teoritis dan praktik yang lebih sebisa mungkin memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan masyarakat. Dengan begitu profesi yang mulia ini akan senantiasa mendapat sanjungan dan kehormatan dari masyarakat. Hidup perawat Indonesia!


Diabetes Mellitus




Do you know diabetes mellitus? What is diabetes mellitus? Diabetes mellitus is a disease or body disturbance that occurs due to body’s pancreas can’t produce insulin so the blood glucose level increases. This disease is also defined as a metabolic disorder which is caused by many factors that shows signs and symptoms such as, continually hyperglycemia and carbohydrate, fat, and protein metabolic disorder. This disease is caused by the insulin that doesn’t work in the blood so it can make some complications on body organs. Diabetes mellitus is commonly abbreviated to DM.
Diabetes mellitus has been categorized into a global disease by World Health Organization (WHO) in 2000. The number of people with diabetes mellitus in the world continues to increase every year. An increasing number of people with diabetes vary in every country in this world. Based on WHO data in 2000, the top ten countries with the highest prevalence of diabetes sufferers in the world in 2000 are India, China, United States of America, Indonesia, Japan, Pakistan, Russia, Brazil, Italy, and Bangladesh. Indonesia is the fourth largest country with diabetes mellitus sufferers in the world.
The cause of diabetes mellitus is classified into two factors, internal factors and external factors. The internal factors that causing diabetes mellitus are heredity and obesities. Heredity is related to this example, if in a family there is a person with diabetes, the child may suffer diabetes too. Obesities people have high risk to diabetes mellitus because excess body’s fat absorbs insulin, so it’s causing insulin deficiency which is resulting hyperglycemia. Whereas external factors that causing diabetes mellitus is the uncontrolled life style. Now, there are many people with uncontrolled life style in the world. It is reflected by some activities such as, diet without considering the nutrient, lack of exercise, and stress continues to increase.
People can be determined as diabetes mellitus sufferers if they experience some of diabetes mellitus signs and symptoms. Commonly, diabetes mellitus signs and symptoms are polydipsia, polyuria, polyfagia, blood glucose level on fasting is > 120 mg/dl, blood glucose level on two hours after eating is > 200 mg/dl, blur vision, wound that won’t heal, sexuality problem, numb or tingling hands or feet, and vagina infection for female. Polydipsia is a condition in which the diabetes sufferers thirst easily and become want to drink frequently. Polyuria is a condition in which the diabetes sufferers urinate frequently. And a condition in which the diabetes sufferers are hungry easily so they often meal is called polyfagia. The increasing blood glucose level causes some complication in the body organs such as disturbance in periphery nerve system, disturbance in capillaries blood vessels, and blood flow obstruction which caused some signs and symptoms like numb or tingling hands or feet, wound that won’t heal, sexuality disorder, and vagina infection for female.
Based on the explanation above, diabetes mellitus is one of diseases that require special attention from everyone. Start from now everyone has to know about this global disease. This disease is included into chronic disease because it can suffer people in a long period and cause complications on body’s organs such as heart obstruction, kidney disorder, and blindness. Actually, this disease can be controlled by doing a healthy life style such as, controlled eating by considering the nutrient, regular exercise, proper diet, reducing stress levels, and checking blood pressure and blood glucose level regularly. 
Enjoy The Journey and Find The Treasure

This blog may help you and educate you all the things about health and especially nursing


Udara Bersih dan Sehat Cermin Kesehatanmu
Udara yang bersih dan sehat merupakan sebuah anugerah yang sangat besar dan wajib disukuri. Nikmat yang tak ternilai harganya tersebut sebagai resep utama dalam salah satu ciri-ciri mahluk hidup, yakni bernapas. Bisa kita bayangkan apabila di dunia ini tidak ada udara yang bersih dan sehat kita akan susah dan sesak untuk bernapas. Mahabesar bagi pencipta alam semesta ini yang telah menyeimbangkan segala kebutuhan manusia.
Tuhan telah menciptakan lapisan udara yang berlapis-lapis untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya bernapas. Apabila di bumi ini tidak terdapat udara yang bisa digunakan untuk bernapas maka setiap manusia di planet ini akan menghabiskan uang berratus-ratus bahkan berjuta-juta setiap harinya hanya untuk membeli oksigen. Hal ini pun masih dijadikan mahluk di bumi ini sebagai sebuah kekufuran.
Salah satu bentuk kekufuran umat di dunia ini adalah melakukan beberapa hal yang menyebabkan rusaknya kejernihan udara di lapisan atmosfer. Utamanya di Indonesia yang termasuk ke dalam urutan akhir dengan kualitas udara bersih. Dilangsir dalam sebuah situs koran oleh LS2LP (2012) yang menyadur dari hasil penelitian Environmental Performance Index tahun 2006 dan dipublikasikan oleh Universitas Yale menyatakan bahwa kualitas udara di Indonesia mengalami penurunan akibat tingginya pencemaran udara di kota-kota besar. Dari 133 negara yang di pantau, Indonesia menduduki peringkat 124 lebih baik daripada Bangladesh yang menduduki peringkat terakhir. Negara yang tidak dinyana-nyana akan menduduki peringkat pertama dengan kualitas udara paling bagus adalah Uganda dengan skor 90,0, sedangkan skor kualitas udara Indonesia hanya 25,1 dan skor terburuk dipegang Bangladesh yakni 6,90.
Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi masyarakat dunia untuk memperhatikan udara di sekitarnya dengan tidak melakukan beberapa tindak yang mengakibatkan pencemaran udara. Tentunya apabila udara di sekitar kita tercemar secara otomatis akan berimbas pada rusaknya kubah udara yang sangat besar yang menyelimuti bumi yang dikenal dengan istilah atmosfer. Pantas disebut jikalau udara yang bersih dan sehat dapat mencerminkan kondisi kesehatan kita.
Arsimunandar dan Saito (2002) mengungkapkan bahwa komposisi atmosfer yang menyelemuti bumi ini terdiri atas dua tipe udara yakni udara lembab dan udara kering. Dari dua tipe tersebut secara terperinci terdiri dari N2 78,09 %, O2 20,95 %, Ar 0,93 %, dan CO2 0,03 %. Udara yang masih bersih merupakan campuran berbagai gas tersebut. Dapatkah kita bayangkan apabila kita kehilangan semua komponen udara tersebut? “Tanpa udara, suhu akan mengalami fluktuasi, antara 110oC pada siang hari dan -185oC pada malam hari. Jadi tanpa udara maka Andapun tidak akanada. Udaralah yang mengatur lingkungan kita dan sifat-sifat dunia seperti yang kita miliki.” (Sastrawijaya, 1991: 165)
Atmosfer yang seyogyanya terdiri dari komponen-komponen udara yang bersih yang mampu menghidupi mahluk ciptaan Tuhan sampai saat ini merupakan lapisan-lapisan ruang di atas permukaan. Salah satu lapisan udara yang sangat berarti bagi kehidupan adalah lapisan ozon (O3). Sastrawijaya mengungkapkan bahwa peranan penting ozon bagi kehidupan diantaranya memberikan proteksi bagi mata dan kulit dari serangan sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari. Karena salah satu fungsinya adalah menyerap semua sinar ultraviolet sehingga energi sinar ultraviolet yang masuk ke bumi tidak tinggi. Sejatinya ozon merupakan hasil dari aksi sinar ultraviolet dengan oksigen yang terjadi pada tempat yang dari permukaan bumi sehingga menghasilkan fluktuasi listrik.
Bisa kita bayangkan apabila tingkat pencemaran di bumi ini semakin tinggi akan
membuat rusaknya atmosfer utamanya di bagian ozon menjadi berlubang.
Zat pencemar yang terdapat di udara sangat banyak macamnya, akan tetapi yangdianggap sebagai yang utama adalahkarbonmonoksida, sulfurdioksida,nitrogendioksida, hidrokarbon, dan debu (partikel-partikel). Pengaruh langsung yang dapat diamati dari lima zat di atas terhadap kehidupan manusia dan bentuk kehidupan lainnya sangat berbeda-beda, dari pengaruh yang berat (mematikan sampai pengaruh yang ringan (menimbulkan perasaan yang jengkel). Adanya zat pencemar di udara disertai oleh pengaruh yang lain mempunyai kecenderungan untuk menaikkan jumlah penderita atau memperberat penyakit kanker paru-paru, emfisema, TBC, pneumonia, bronkitis, asma, dan bahkan influensa. Yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah bila udara di sekeliling/ di sekitar rumah mengandung zat pencemar dalam kadar yang berbahaya bagi manusia atau lingkungannya.” (Raharjo, 2009:4)
Dapat dilihat secara kasat mata akibat udara yang tidak bersih dan sehat pada kesehatan dapat digolongkan menjadi dua yakni akibat berat dan akibat ringan. Akibat ringan biasanya berupa stres dan penat karena udara yang tidak bersih. Sedangkan akibat berat yang biasanya dialami adalah penyakit di tubuh manusia. Mungkin saat ini sudah banyak orang yang sudah menginsyafi betapa vitalnya udara yang bersih bagi kesehatan manusia utamanya dalam sistem respirasi. Akan tetapi karena efek pencemaran udara tidak langsung mematikan, kecuali dalam hal  yang sangat ekstrim.  Sastrawijaya (1991) mengungkapkan akibat berat dari pencemaran udara yang langsung mematikan adalah kasus Sinila di Dieng. Hal ini dikarenakan masyarakat belum menyadari seutuhnya bagaimana pengaruh dari aktivitasnya seperti pemborosan melakukan pembakaran BBM kendaraan, industrialisasi, kebakaran hutan, dan lain-lain yang mengakibatkan lemahnya kualitas lingkungan hidup tanpa tindakan preventif maupun kuratif yang nyata. Beban yang ditimbulkan dari pencemaran udara seperti timbulnya penyakit, pengobatan, dan menurunnya efektivitas kerja serta kondisi lingkungan yang semakin buruk.
Jika kita melihat fenomena yang nyata yang hadir di masyarakat penyakit-penyakit yang sering diderita oleh masyarakat akibat udara yang tidak bersih dan sehat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan sesak napas. Kedua penyakit tersebut secara diam-diam telah merenggut nyawa orang dengan penyebab yang sama namun dengan kasus yang berbeda. Kedua penyakit tersebut memiliki sensitifitas yang sama terhadap udara yang dihirup oleh manusia.
Alsagaff, Amin, dan Saleh (1989) mengungkapkan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau yang biasa dikenal ISPA merupakan sebuah inflamasi yang sering menjadi penyebab presentase absensi tertinggi sekitar lebih dari 50% ketidakhadiran dalam masuk sekolah ataupun kerja di mana biasanya disebabkan oleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa/disertai radang parenkim paru baik atas maupun bawah. Sedangkan sesak napas menurut Alsagaff, Amin, dan Saleh (1989) didefinisikan sebagai sebagai bentuk rintihan individualistik dan salah satu akibat dari sosio-kultural, serta kapabilitas seseorang untuk menahan rasa sakit dan sesak, yang mampu mempengaruhi tingkat keluhan ketika sesak napas.
Mekanisme peradangan pada ISPA adalah rusaknya sel-sel epitel mukosa dan silia baik yang ada pada bagian atas maupun bawah pada sistem respirasi karena adanya infeksi bakterial dengan penyebab utamanya adalah pencemaran udara seperti asap rokok, gas SO2, dan zat-zat hasil pembakaran fosil. Begitu juga sesak napas yang bisa juga penyebab utamanya adalah udara yang tercemar. Namun bedanya mekanisme terjadinya sesak napas adalah terletak pada bereaksinya otot sterno-kleido-mastoideus dan retraksi otot daerah supraklavikular dan interkostal, yang pada dasarnya sesak napas baru akan timbul, bila terjadi peningkatan aktivitas tubuh seperti aktivitas jasmani atau panas badan yang meningkat yang mengakibatkan peningkatan ventilasi (hiperneu) dengan penampakan terjadinya pernapasan cepat (trakipneu).
Semua uraian yang diungkapkan berdasarkan fakta tersebut membutuhkan tanggung jawab individu untuk memberikan tindakan pada kasus yang terjadi tersebut. Karena dengan tanggung jawab individu akan memunculkan peran yang sejati. Beberapa peran yang bisa dilakukan untuk mengurangi terjadinya akibat ringan dan berat dari udara yang tidak bersih dan sehat adalah melakukan promosi kesehatan.
Promosi kesehatan untuk saat ini dirasa perlu dan lebih efektif, karena titik sasaran ruang lingkup setiap individu yang berbeda-beda sehingga bisa memperluas jangkauan promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan. Grout (1958) dalam Machfoedz dan Suryani (2009) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu usaha yang berkaitan dengan kesehatan yang telah dipahami untuk diartikan ke dalam perilaku yang diinginkan dari perorangan ataupun masyarakat melalui proses edukasi.
Berdasar batasan WHO (1954) dalam Machfoedz dan Suryani (2009) tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk merubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Seperti kita ketahui bila perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip kesehatan, maka dapat, menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti apa yang telah dibicarakan sebelumnya kaitannya dengan udara yang bersih dan sehat sebagai cermin kesehatan kita.
Sebetulnya istilah promosi kesehatan sudah dikenal masyarakat melalui berbagai bantuk kegiatan seperti promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk berbagai tipe kesehatan. Mengapa sudah lama dikenal masyarakat? Karena selain melihat faktor efektivitas juga melihat hasil akhir dari tujuan yang terwujud. Dan ini adalah pengaruh dari ruang lingkup promosi kesehatan yang terarah.
“Promosi kesehatan mempunyai 5 area atau ruang lingkup promosi kesehatan diantaranya mengembangkan kebijaksanaan pembangunan berwawasan kesehatan, mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang mendukung, memperkuat kegiatan masyarakat, meningkatkan keterampilan perorangan, dan mengarahkan pelayanan kesehatan yang lebih memberdayakan masyarakat.” (Machfoedz & Suryani, 2009:84)
Sehingga untuk memberikan berbagai tipe tindakan seperti yang sudah diuraikan sebelumnya demi terwujudnya udara yang bersih dan sehat sehingga tercermin kesehatan yang baik pula pada sistem respirasi perlu dilakukan promosi kesehatan tentang betapa pentingnya menjaga kesehatan udara di sekitar kita untuk menciptakan kondisi tubuh yang sehat. Selain itu, hal ini juga merupakan tanggung jawab pribadi untuk menjaga lingkungan udaranya dari berbagai jenis polutan berbahaya bagi kesehatannya masing-masing.

Daftar Pustaka
Alsagaff, H., Amin, M., & Saleh, W. B. M. T. (Eds.). (1989). Ilmu penyakit paru (edisi pertama). Surabaya: Airlangga University Press.
Arsimunandar, W. & Saito, H. (2002). Penyegaran udara (edisi keenam). Jakarta: PT Pradnya Paramita.
LS2LP. (2012). Ancaman udara kotor kian menakutkan. Diakses pada 10 November 2014, dari http://green.kompasiana.com/polusi/2012/02/18/ancaman-udara-kotor-kian-menakutkan-440103.html
Machfoedz, I., & Suryani, E. (2009). Pendidikan kesehatan bagian dari promosi kesehatan (edisi ketujuh). Yogyakarta: Fitramaya.
Raharjo, M. (2009). Dampak pencemaran udara pada lingkungan dan kesehatan manusia. Jurnal Badan Lingkungan Hidup, 1.
Sastrawijaya, A. T. (1991). Pencemaran lingkungan (edisi pertama). Jakarta: PT Rineka Cipta.



Faktor Risiko Kejadian Skabies
Skabies merupakan penyakit endemik yang umumnya menyerang daerah-daerah kumuh, kemiskinan, dan rendah usaha perawatan lingkungan terhadap kesehatan. Penyakit infeksi parasit pada kulit ini disebabkan oleh tungau betina Sarcoptes scabiei varieta hominis yang termasuk dalam kelas Arachnida. Salah satu dari empat gejala klinis utama penyakit skabies adalah menyerang manusia secara koloni (Handoko, 2007).
Berdasarkan data WHO (2009) dilaporkan bahwa setiap tahunnya sebanyak 300 juta orang terserang penyakit parasit kulit ini. Skabies merupakan masalah mendunia dan telah dilaporkan di Jepang, Amerika, dan Spanyol. Penyakit skabies terjadi di setiap negara dengan periodisitas yang berbeda-beda. Negara-negara beriklim panas di daerah tropis tercatat paling tinggi sebagai negara endemik penyakit skabies.
Di Taiwan berdasarkan penlitian yang dilakukan oleh Wang, dkk (2012), faktor resiko kejadian skabies antara lain status bed rest, tinggal di panti jompo, status klinis yang buruk, dan penggunaan kateter dalam jangka waktu panjang. Data menunjukkan 42 orang dari 52 penderita skabies tinggal di panti jompo. Skabies dapat terjangkit di panti jompo bahkan setelah individu yang terinfeksi skabies telah diperlakukan dengan baik, karena tungau skabies dapat berkembang biak di tempat tidur, pakaian, furnitur, dan lantai. Orang dengan status bed rest, menggunakan kateter dalam jangka waktu yang lama, dan berstatus klinis yang buruk memiliki resiko terinfeksi skabies sangat tinggi melalui baju atau tempat tidur yang sudah terkontaminasi tungau skabies, sehingga perlu mendapat perhatian khusus dari penyedia jasa perawatan.
Berbeda dengan di Indonesia, faktor-faktor yang berhubungan dengan terjangkitnya skabies yaitu lingkungan, pengetahuan, dan sikap. Penyakit skabies mempunyai tingkat penularan melalui lingkungan yang tinggi, sehingga seseorang dengan kebersihan yang buruk dapat tertular skabies. Pengetahuan tentang kesehatan sangat menentukan seseorang dalam bersikap dan berperilaku untuk menjaga dirinya dari masalah kesehatan. Pengetahuan memiliki hubungan terhadap kejadian skabies dengan hasil penelitian dari 30 responden terdapat 6 responden yang berpengetahuan kurang dan 6 responden pernah skabies. Sikap yang tercermin melalui perilaku saling bertukar baju dengan penderita skabies dan menjaga jarak dengan penderita skabies memiliki pengaruh terhadap kejadian skabies. Adanya pengaruh antara sikap dengan kejadian skabies dibuktikan dengan hasil penelitian 24 responden memiliki pengetahuan baik dan 2 responden pernah skabies dari jumlah keseluruhan 30 responden.
  Penelitian yang dilakukan oleh Akmal, Semiarty, dan Gayatri (2013) menguji hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Umum, Padang. Dengan analisis bivariat didapatkan hasil sebanyak 30 orang menderita skabies dengan personal hygiene yang tidak baik dan 4 orang menderita skabies dengan personal hygiene yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,05 yaitu 0,000.  Ketika seseorang memiliki hygiene perorangan yang buruk akan meningkatkan risiko terjangkitnya skabies dan begitu juga sebaliknya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurfitrica, Djajakusumah, dan Trusda (2015) menguji tentang perbandingan kejadian skabies, kebersihan diri dan hygiene sanitasi di pesantren poskestren dan non poskestren. Perbedaan yang signifikan antara kejadian skabies di pesantren Bandung Utara (poskestren) dan pesantren Bandung Timur (non poskestren) ditunjukkan dengan kejadian skabies pesantren non poskestren adalah sebesar 40,45 % dan di pesantren poskestren adalah sebesar 2,3%. Pesantren poskestren memiliki nilai sanitasi lingkungan  750 dan pesantren non poskestren memiliki nilai sanitasi lingkungan <750. Personal hygiene pesantren poskestren dan non poskestren tidak menunjukkan perbandingan yang bermakna karena hasil uji personal hygiene baik di poskestren adalah sebesar 12,12% dan di non poskestren sebesar 15%.
Hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies juga diuji oleh Desmawati, Dewi, dan Hasanah (2015) di Pondok Pesantren Al-Kautsar, Pekanbaru. Namun, uji statistik personal hygiene terhadap kejadian skabies menunjukkan tidak adanya hubungan dengan data statistik 61 responden memiliki personal hygiene baik dengan 12 responden mengalami skabies dan 49 responden tidak mengalami skabies. Begitu pula uji statistik sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies juga tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian skabies. Menurut penilitian ini tidak adanya hubungan antara personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies karena terdapat faktor lain yang berhubungan dengan kejadian skabies diantaranya tingkat pendidikan, padatnya kamar hunian, dan sikap santri. 
Pemberi pelayananan kesehatan seperti perawat mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar dalam memberikan edukasi dan perawatan pada penderita skabies. Pengetahuan yang diberikan utamanya adalah tentang personal hygiene dan sanitasi lingkungan sebagai langkah pencegahan terjangkitnya skabies. Selain itu pembentukan sikap pada orang di sekitar penderita skabies juga perlu dikembangkan agar tidak menimbulkan sikap antipati terhadap penderita skabies.





Daftar Pustaka
Akmal, S.C., Semiarty, R., & Gayatri. (2013). Hubungan personal hygiene di pondook pendidikan islam darul ulum, palarik air pacah, kecamatan koto tengah padang tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), 164-167
Desmawati, Dewi, A.P., & Hasanah, O. (2015). Hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren al-kautsar pekanbaru. JOM, 2(1)
Haeri, U., Kartini, & Agustian. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren darul huffadh di wilayah kerja puskesmas kajuara kab. Bone, 2(4), 109-113. 2302-1721
Nurfitrica, S., Djajakusumah, T. S., & Trusda, S. A. D. (2015). Perbandingan kejadian skabies, kebersihan diri, dan hygiene sanitasi di pesantren poskestren dan non poskestren. Prosiding Pendidikan Dokter, 1034- 1041, 2460-657x
Wang, C.H., et all. (2012). Risk factors for scabies in Taiwan. Jurnal of Mycrobiology, Immunology, and Infection, 45, 276-280. 10.1016/j.jmii.2011.12.003